Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dengan menetapkan target Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional.
Akan tetapi, untuk mewujudkan misi tersebut Indonesia memerlukan dana investasi perubahan iklim sebesar Rp 3.799 triliun jika merajuk pada NDC (Nationally Determined Contribution), atau komitmen untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
“Dana yang tersedia untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada tahun 2020 adalah 100 juta US$ untuk diberikan kepada negara miskin dan berkembang sebagaimana dikonfirmasi pada COP-26 di Glasgow Scotland pada November 2021,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/3).
Baca Juga: Menteri PUPR Targetkan Pembangunan Infrastruktur Pendukung KTT G20 Rampung September
Pemenuhan lainnya berasal dari pendanaan internasional seperti GCF (Green Climate Fund) melalui program REDD+, sukuk hijau global, sukuk hijau ritel, APBD, pajak karbon, dan perdagangan karbon.
Sebagai informasi, harga jual karbon dunia saat ini berkisar 5-10 US$/ton CO2. Hasil Kesepakatan COP-26 semakin meningkatkan permintaan global akan kredit karbon, sehingga membuat harga jual karbon menjadi lebih tinggi.
Sementara, hutan dan lautan Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat ditransaksikan di tingkat global untuk pencapaian target penurunan emisi di banyak negara.
Airlangga memandang, presidensi G-20 dapat digunakan untuk melakukan kerja sama ini dengan negara-negara maju. Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar US$ 565,9 miliar atau setara dengan Rp 8.000 triliun dari perdagangan karbon dari hutan, mangrove dan gambut
Terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon, yaitu kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk. Berbagai kebijakan pun telah disiapkan untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor tersebut.
Kebijakan di bidang pertanahan, antara lain restorasi gambut, rehabilitasi mangrove, dan pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian. Kebijakan di bidang persampahan, termasuk pengelolaan sampah melalui ekonomi sirkular.
Baca Juga: Kemenkes: Yogyakarta Siap Menjadi Tuan Rumah Health Working Group G20 Pertama
Kebijakan di sektor fiskal mencakup penerapan pajak karbon dan penghapusan subsidi energi secara menyeluruh pada tahun 2030. Kebijakan yang diterapkan di bidang energi dan transportasi, misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik hingga 95% dari total kendaraan dan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan mendekati 100% pada tahun 2060.
Dalam kaitannya dengan Energi Baru dan Terbarukan, Indonesia telah menerapkan program mandatori biodiesel B30. Dampak dari kebijakan mandatori biodiesel antara lain pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 23,3 juta ton CO2e (carbon dioxyde equivalent).
Program tersebut telah berhasil meningkatkan penggunaan energi terbarukan, mengurangi emisi karbon, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News